Oleh: RIzki Daniarto
Surabayainside.com, Sidoarjo – Sesuai peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), impor plastik bekas dari negara lain sebenarnya sudah dilarang. Demikian halnya penggunaan plastik sebagai bahan bakar, apalagi untuk memasak makanan.
Sayangnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sidoarjo tidak bisa menerapkan sanksi kepada para pengusaha industri rumah tangga tahu di Dusun Klagen, Desa Tropodo. Sebabnya, mereka memang tidak memiliki izin lingkungan yang dikeluarkan DLHK Sidoarjo.
Kadis DLHK Sidoarjo Sigit Setyawan menyatakan, untuk kasus kandungan zat berbahaya di telur ayam kampung di kawasan Tropodo ini sebenarnya bukan sepenuhnya tanggung jawab DLHK.
“Seharusnya bukan DLHK yang ada di depan, tapi Dinas Pertanian karena ini berkaitan dengan peternakan. Tetapi, kami akan terus berkoordinasi antarinstansi di Pemkab Sidoarjo untuk mengatasi ini. Kemarin Pak Bupati juga sudah mengunjungi lokasi,” ujarnya, Selasa (19/11).
Hasil penelitian jaringan kesehatan lingkungan global International Pollutants Elimination Network (IPEN) bersama Asosiasi Arnika Nexus3, Ecoton, dan beberapa organisasi lokal merilis laporan Plastic Waste Poisons Indonesia’s Food Chain. Mereka melakukan penelitian tentang kandungan zat berbahaya di dalam telur ayam kampung ini.
IPEN bersama LSM dalam negeri, termasuk Ecoton yang bermarkas di Gresik, menyatakan, semua zat beracun dalam telur ayam kampung di Dusun Klagen, Tropodo, dan Desa Bangun, Mojokerto, sudah melanggar Konvensi Stockholm.
Konvensi Stockholm yang menghasilkan perjanjian mengikat secara hukum yang dikelola PBB itu mengatur asupan harian orang dewasa atas zat-zat berbahaya seperti dioksin yang bisa ditoleransi. Orang dewasa yang memakan satu telur ayam kampung yang dilepas di sekitar pabrik tahu di Tropodo sudah
melebihi asupan harian yang ditoleransi dalam Konvensi Stockholm, dan dianggap sangat berisiko bagi kesehatan mereka.(Riz)