Mengapa Plengkung Gading Yogyakarta Tak Boleh Dilewati Sultan Hamengkubuwono Seumur Hidupnya?
yogya-pixabay-
Mengapa Plengkung Gading Yogyakarta Tak Boleh Dilewati Sultan Hamengkubuwono Seumur Hidupnya? Plengkung Gading Ditutup: Sejarah, Keindahan, dan Dampaknya bagi Yogyakarta
Isu mengenai penutupan Plengkung Gading belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial. Bermula dari unggahan akun @titiknolkm_jogja pada Senin, 20 Januari 2025, kabar ini langsung mencuri perhatian banyak warganet, terutama warga Yogyakarta. Kabar ini tidak hanya menyentuh sisi sejarah, tetapi juga menimbulkan keprihatinan mengenai dampaknya bagi sektor pariwisata dan budaya lokal. Plengkung Gading, sebagai salah satu peninggalan sejarah yang cukup terkenal di Yogyakarta, menyimpan berbagai cerita dan makna mendalam. Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai sejarah, keindahan, dan peran penting Plengkung Gading di kota budaya ini.
Apa Itu Plengkung Gading?
Plengkung Gading adalah sebuah pintu gerbang yang memiliki bentuk lengkung khas, yang menjadi bagian dari warisan budaya Yogyakarta. Nama "Plengkung" sendiri berasal dari bentuknya yang melengkung, sedangkan kata "Gading" merujuk pada warna putih keabu-abuan yang mendominasi pintu tersebut, menyerupai warna gading. Plengkung ini memiliki nilai historis yang tinggi, sebagai salah satu dari lima plengkung utama yang menghubungkan Keraton Yogyakarta dengan berbagai area sekitarnya.
Sebagai Pintu Masuk ke Keraton Yogyakarta
Plengkung Gading berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam area Keraton Yogyakarta, lebih tepatnya menuju jeron benteng yang merupakan bagian dalam dari Keraton. Sebagai pintu utama, Plengkung Gading berperan penting dalam pengamanan serta simbol kekuatan Keraton Yogyakarta. Selain itu, Plengkung Gading juga menjadi salah satu pintu utama yang menghubungkan keraton dengan kehidupan di luar tembok benteng. Ada empat plengkung lainnya, yaitu Plengkung Tarunasura, Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, dan Plengkung Jaga Surya, yang juga memiliki peran masing-masing dalam struktur pertahanan Keraton Yogyakarta.
Sejarah yang Terjaga dengan Baik
Bentuk asli dari Plengkung Gading masih terjaga dengan sangat baik hingga saat ini. Keasliannya yang terpelihara menjadikan plengkung ini sebagai salah satu ikon bersejarah yang tak hanya penting bagi warga Yogyakarta, tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan. Menariknya, meskipun lebih dikenal dengan nama Plengkung Gading, pintu gerbang ini sebenarnya memiliki nama asli Plengkung Nirbaya dan terletak di sisi selatan Alun-Alun Selatan Yogyakarta. Nama Plengkung Nirbaya menggambarkan makna yang dalam, yang mungkin berkaitan dengan sejarah perjalanan panjang Yogyakarta sebagai pusat kekuasaan Mataram Islam.
Pintu Keluar Jenazah Sultan
Plengkung Gading juga memiliki peran sakral dalam tradisi Keraton Yogyakarta. Dikenal sebagai pintu keluar jenazah Sultan yang baru saja wafat, Plengkung Gading menjadi saksi perjalanan terakhir Sultan menuju Makam Imogiri. Jenazah Sultan yang meninggal dunia akan melalui plengkung ini untuk memulai perjalanannya menuju tempat peristirahatan terakhir. Keberadaan Plengkung Gading yang digunakan sebagai jalur terakhir jenazah Sultan menunjukkan kedalamannya dalam tradisi dan kepercayaan masyarakat Yogyakarta. Ada pula pantangan yang beredar di kalangan masyarakat, yaitu bahwa Sultan yang masih hidup dilarang untuk melewati plengkung di bagian selatan tersebut.