Mengungkap Kontroversi Film Real: Dari Proyek Gagal hingga Polemik Eksploitasi Sulli yang Disutradarai Sepupu Kim Soo Hyun yang Diduga Tidak Profesional

Kim so hyun-Instagram-
Mengungkap Kontroversi Film Real: Dari Proyek Gagal hingga Polemik Eksploitasi Sulli yang Disutradarai Sepupu Kim Soo Hyun yang Diduga Tidak Profesional. Film Korea Selatan berjudul Real kembali menjadi sorotan publik, terutama setelah muncul spekulasi mengenai hubungan asmara antara aktor ternama Kim Soo Hyun dengan mendiang aktris Kim Sae Ron. Namun, di balik kabar tersebut, film ini menyimpan sejarah panjang kontroversi yang tak pernah benar-benar usang. Dirilis pada tahun 2017, Real bukan hanya dikenal sebagai salah satu proyek gagal dalam karier Kim Soo Hyun, tetapi juga menjadi pusat polemik karena diduga mengeksploitasi aktris Sulli untuk adegan-adegan dewasa.
Bagaimana sebuah film yang awalnya dipenuhi harapan besar malah berujung menjadi bahan perdebatan? Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana Real menciptakan gelombang kontroversi yang masih terasa hingga hari ini.
Awal Mula Proyek Real: Harapan Besar yang Berujung Kegagalan
Sejak awal diumumkan, Real digadang-gadang sebagai salah satu proyek besar dalam industri perfilman Korea Selatan. Menghadirkan Kim Soo Hyun, aktor papan atas yang dikenal lewat drama-drama populer seperti My Love from the Star dan Moon Embracing the Sun , film ini diharapkan mampu menarik perhatian penonton secara global. Namun, apa yang terjadi selanjutnya justru bertolak belakang dari ekspektasi.
Salah satu faktor utama kegagalan Real adalah pergantian sutradara di tengah proses produksi. Awalnya, proyek ini digarap oleh sutradara Lee Jeong Seop, seorang sineas berpengalaman yang telah menulis naskah serta merencanakan keseluruhan visi film. Namun, tanpa alasan yang jelas, posisi Lee Jeong Seop digantikan oleh Lee Sa Rang, sepupu Kim Soo Hyun sekaligus petinggi agensi Gold Medalist yang didirikan oleh sang aktor.
Pergantian sutradara memang sering terjadi dalam dunia perfilman, tetapi dalam kasus Real , hal ini terjadi pada tahap yang sangat krusial—saat film sudah memasuki proses editing. Menurut laporan Korea JoongAng Daily , Lee Jeong Seop telah menyelesaikan sebagian besar pengambilan gambar, sementara Lee Sa Rang bertugas untuk merekam adegan tambahan dan menggarap editing. Sayangnya, fakta bahwa Lee Sa Rang tidak memiliki pengalaman dalam menyutradarai film membuat hasil akhir Real banyak dikritik karena kualitas sinematik yang rendah.
“Lee tidak memiliki pengalaman menyutradarai film dan awalnya bergabung dengan Real sebagai produser. Ia menggantikan sutradara-penulis asli Lee Jeong Seop,” ungkap laporan tersebut, yang dirilis pada Rabu, 11 Maret 2025.
Eksploitasi Sulli: Adegan Dewasa yang Memicu Kemarahan Publik
Selain masalah pergantian sutradara, Real juga menuai kritik tajam karena diduga mengeksploitasi Sulli, aktris yang saat itu masih aktif di dunia hiburan. Sulli, yang dikenal sebagai mantan anggota girlband f(x), memerankan karakter utama wanita dalam film ini. Namun, perannya justru menjadi bumerang bagi dirinya.
Menurut beberapa sumber, setelah pergantian sutradara, Sulli diminta untuk melakoni adegan dewasa yang memperlihatkan tubuhnya tanpa busana. Adegan tersebut dinilai tidak sesuai dengan visi awal film yang disusun oleh Lee Jeong Seop. Lebih parah lagi, dalam adegan-adegan serupa, Kim Soo Hyun tidak ditampilkan dalam kondisi terbuka sehingga ia terbebas dari kecaman publik.
Keputusan ini memicu kemarahan para penggemar dan netizen, yang menganggap Sulli telah dieksploitasi demi meningkatkan daya tarik komersial film. Bahkan, setelah film dirilis, Sulli harus menghadapi gelombang ujaran kebencian dari warganet yang mengkritik penampilannya dalam adegan tersebut. Beberapa pihak menilai bahwa Real menjadi salah satu penyebab Sulli semakin terpuruk dalam tekanan mental, meskipun ia sempat membantah tuduhan-tuduhan tersebut dalam beberapa wawancara.
Ironisnya, meski Sulli menjadi korban eksploitasi, Kim Soo Hyun justru mendapat perlindungan karena tidak terlibat dalam adegan serupa. Hal ini memperkuat narasi bahwa ada ketidakadilan gender dalam cara industri perfilman memperlakukan aktor dan aktris.