Sejarah Kungkang Siwa: Ogoh-Ogoh yang Berhasil jadi Juara dan Menghipnotis dengan Kisah Raja Godogan

Kungkang-Instagram-
Sejarah Kungkang Siwa: Ogoh-Ogoh yang Berhasil jadi Juara dan Menghipnotis dengan Kisah Raja Godogan. Dalam hingar-bingar Festival Bhandana Bhuhkala Kabupaten Badung 2025, sebuah mahakarya ogoh-ogoh bernama Kungkang Siwa berhasil mencuri perhatian. Karya seni dari ST Tunas Remaja, Banjar Umahanyar, Desa Adat Penarungan, ini sukses meraih Juara I Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung 2025 setelah mengalahkan 20 peserta lainnya dalam babak final yang digelar di Puspem Badung pada Minggu (16/3/2025) malam.
Ogoh-ogoh berdimensi besar ini menjadi sorotan utama karena keindahan visualisasinya, kekuatan cerita yang disampaikan, serta teknik konstruksi yang cermat. Tidak hanya itu, penampilannya juga didukung oleh harmonisasi karawitan balaganjur dan fragmen tari obor yang memukau. Total nilai yang diraih Kungkang Siwa adalah 296,5 poin , hasil dari penilaian aspek ogoh-ogoh (60%), karawitan balaganjur (20%), dan fragmen tari obor (20%).
Cerita Rakyat yang Menginspirasi: Kelahiran Raja Godogan
Dibalik megahnya Kungkang Siwa, ada kisah rakyat Bali yang menjadi sumber inspirasi. Arsitek ogoh-ogoh tersebut, I Wayan Juliarta , atau yang akrab disapa Yan Gadink Tattoo , menjelaskan bahwa timnya awalnya menyiapkan dua konsep garapan. Pertama, tradisi Kebo Dongol , yakni ritual yang dilakukan di Pura Kahyangan Jagat Dhalem Bangun Sakti, Kapal, Mengwi. Namun, karena kompleksitasnya, mereka akhirnya memilih cerita rakyat Raja Godogan untuk digarap.
“Visualisasi Kebo Dongol sangat sulit dibuat, sehingga kami memutuskan untuk menggarap cerita Raja Godogan. Cerita ini memiliki makna mendalam dan relevan dengan kehidupan masyarakat,” ungkap Yan Gadink ketika ditemui di Balai Banjar Umahanyar, Senin (17/3/2025).
Cerita Raja Godogan bercerita tentang kelahiran seekor katak istimewa yang diberkahi Dewa Siwa. Dikisahkan, Pan Bekung dan Men Bekung , pasangan petani tua yang tidak memiliki anak, sedang bekerja di ladang. Saat Men Bekung merasa haus, Pan Bekung diminta mencarikan air kelapa muda. Namun, karena malas memanjat pohon, ia memutuskan mengambil air dari sebuah telaga.
Tanpa sepengetahuannya, air telaga tersebut telah diberkati oleh Dewa Siwa. Sebelum Pan Bekung membawa air tersebut untuk istrinya, seekor katak telah terlebih dahulu meminumnya. Setelah minum air itu, Men Bekung hamil dan melahirkan seekor katak bernama Godogan . Katak ini memiliki kelebihan luar biasa: bisa berbicara seperti manusia, tumbuh dewasa, dan bahkan jatuh cinta pada seorang putri raja.
Melalui ketulusan cintanya kepada sang putri, Godogan akhirnya berubah menjadi seorang pangeran tampan . Perubahan ini melambangkan anugerah Dewa Siwa yang memberikan kesempurnaan kepada makhluk-Nya.
Teknik Visualisasi yang Memukau
Untuk menghidupkan cerita ini, tim ST Tunas Remaja menggunakan teknik visualisasi yang sangat detail. Ogoh-ogoh Kungkang Siwa memiliki dimensi 4,3 x 3,5 meter, dengan elemen-elemen cerita yang disusun secara apik. Komponen-komponen seperti telaga , karakter Pan Bekung dan Men Bekung , Raja Godogan , putri raja , hingga simbol-simbol Dewa Siwa semuanya dihadirkan dengan harmoni sempurna.
“Kami ingin menggambarkan cerita rakyat yang sudah dikenal luas, namun dikemas dengan pendekatan yang berbeda,” jelas Yan Gadink.
Salah satu elemen unik dalam Kungkang Siwa adalah mulut Godogan yang menyimpan “topeng bagus” atau wajah pangeran tampan. Di bagian leher Godogan terdapat robekan kulit yang melambangkan proses metamorfosisnya menjadi manusia. Untuk menambah daya tarik, tim juga menggunakan mesin mekanis untuk menggerakkan topeng tersebut, menciptakan efek dramatis yang menjadi pusat perhatian penonton.
Tidak hanya itu, Raja Godogan versi Kungkang Siwa juga dilengkapi dengan dua pasang lengan tambahan yang membawa atribut Dewa Siwa, seperti trisula. Hal ini bertujuan untuk mempertegas simbol anugerah Ilahi yang diterima oleh Godogan.
Konstruksi Ekstrem yang Cermat
Selain keindahan visual, Kungkang Siwa juga menunjukkan keunggulan dalam hal teknik konstruksi. Yan Gadink mengungkapkan bahwa desain ogoh-ogoh ini dibuat dengan pendekatan yang cukup ekstrem. Misalnya, tangan kanan Pan Bekung yang memegang sabit menjadi penopang utama karakter Raja Godogan di atasnya melalui titik temu di pergelangan kaki.