Apa Arti Civil Phobia? Istilah yang Viral di Twitter, benarkah Berhubungan dengan Penolakan RUU TNI

tanda tanya-pixabay-
Apa Arti Civil Phobia? Istilah yang Viral di Twitter, benarkah Berhubungan dengan Penolakan RUU TNI. Mengenal Civil Phobia, Istilah Viral di Media Sosial Terkait Penolakan RUU TNI. Di tengah maraknya perdebatan publik terkait pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), muncul istilah baru yang kini ramai diperbincangkan di media sosial. Istilah tersebut adalah Civil Phobia . Apa sebenarnya arti dari Civil Phobia ? Mengapa istilah ini menjadi viral dan bagaimana hubungannya dengan kontroversi UU TNI? Artikel ini akan mengurai lebih dalam fenomena ini untuk memberikan pemahaman menyeluruh bagi pembaca.
Apa Itu Civil Phobia?
Secara bahasa, Civil Phobia berasal dari dua kata dalam Bahasa Inggris: "civil" yang berarti warga sipil atau hal-hal yang bersifat sipil, dan "phobia" yang berarti ketakutan atau kebencian irasional. Jadi, secara harfiah, Civil Phobia dapat diartikan sebagai rasa takut atau benci terhadap warga sipil yang menyuarakan pendapat, terutama dalam isu-isu sosial dan politik.
Istilah ini pertama kali populer setelah diunggah oleh akun X (sebelumnya Twitter) @hewhoforgotten. Dalam unggahannya, akun tersebut menjelaskan bahwa Civil Phobia merujuk pada fenomena ketidaknyamanan atau bahkan serangan terhadap individu maupun kelompok yang berani mengkritik pihak-pihak tertentu, termasuk pemerintah atau institusi militer. Fenomena ini tidak hanya terjadi dalam bentuk intimidasi verbal, tetapi juga melalui serangan digital hingga pencemaran nama baik di ruang publik.
Kaitan Civil Phobia dengan Kontroversi UU TNI
Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada 20 Maret 2025 lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memicu gelombang protes dari masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa beberapa pasal dalam UU tersebut memberikan kewenangan berlebih kepada TNI, yang dinilai bisa menimbulkan konflik kepentingan dengan institusi sipil. Akibatnya, desakan untuk membatalkan UU TNI pun bergema di berbagai platform media sosial, termasuk X.
Namun, di sisi lain, ada juga kelompok yang mendukung pengesahan UU TNI dengan alasan kebutuhan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) serta peningkatan profesionalisme prajurit. Perbedaan pandangan inilah yang memicu perang opini di media sosial. Tagar-tagar seperti #TolakUUTNI dan #DukungUUTNI saling bersaing untuk mendominasi percakapan publik.
Dalam situasi ini, istilah Civil Phobia mulai digunakan oleh pihak yang menentang UU TNI. Mereka mengklaim bahwa pemerintah dan pendukungnya cenderung menunjukkan sikap tidak nyaman, bahkan bermusuhan, terhadap warga sipil yang kritis terhadap kebijakan tersebut. Sikap ini dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.
Manifestasi Civil Phobia di Dunia Digital
Fenomena Civil Phobia tidak hanya sekadar teori, tetapi juga tercermin dalam berbagai tindakan nyata di dunia maya. Beberapa contoh manifestasinya antara lain:
Serangan Pribadi : Banyak aktivis atau warganet yang mengkritik UU TNI dilabeli sebagai "provokator" atau "antek asing". Label negatif ini sering kali digunakan untuk melemahkan argumen mereka.
Intimidasi Digital : Kritik terhadap kebijakan tertentu sering kali dibalas dengan ancaman hukum, doxing (penyebaran data pribadi), atau pelaporan massal ke platform media sosial agar akun mereka diblokir.
Stigmatisasi Gerakan Sipil : Kelompok yang aktif menyuarakan hak-hak sipil sering kali dicap sebagai "anti-nasional" atau "tidak cinta tanah air." Stigma ini bertujuan untuk mengecilkan pengaruh mereka di mata publik.
Manipulasi Narasi : Pendukung kebijakan tertentu sering kali menggunakan narasi yang menyudutkan kelompok oposisi, misalnya dengan menyebut mereka sebagai "membahayakan stabilitas negara."
Semua ini menciptakan suasana ketegangan di ruang digital, di mana kebebasan berpendapat terkadang terasa terancam.
Apakah Civil Phobia Benar-Benar Ada?
Meskipun istilah Civil Phobia masih relatif baru, fenomena yang dijelaskan dalam definisinya bukanlah hal baru. Di banyak negara demokratis, ketegangan antara pemerintah dan masyarakat sipil sering kali muncul ketika kebijakan publik dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan istilah ini juga bisa menjadi alat retorika. Bagi pihak yang pro-UU TNI, label Civil Phobia mungkin dianggap sebagai upaya untuk memojokkan pemerintah tanpa dasar yang kuat. Oleh karena itu, diskusi terkait istilah ini harus didasarkan pada fakta konkret, bukan sekadar asumsi atau prasangka.
Baca juga: Meme Sagu Keju Gilang di TikTok Viral Apa Hubungannya dengan Rodokdok?