Oleh: Tom Lazuardi
SurabayaInside.com, Chicago – Orang umumnya menganggap stres dan cemas sebagai ‘konsep negatif’. Itu bisa dipahami. Stres dan kecemasan dapat mencapai tingkat yang tidak sehat. Tapi, keduanya tidak dapat dihindari. Justru, para psikolog telah lama mengetahui bahwa keduanya sering memainkan peran bermanfaat, dan tidak berbahaya, dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hal itu diungkapkan dalam pertemuan tahunan American Psychological Association di Chicago, Illinois, Amerika Serikat yang digelar 8-12 Agustus 2019.
“Banyak orang sekarang merasa stres karena takut stres dan cemas tentang menjadi cemas. Sayangnya, saat orang datang meminta bantuan profesional, kondisi stres dan kecemasan mereka telah mencapai tingkat yang tidak sehat,” kata Lisa Damour PhD, praktisi psikologi yang hadir pada pertemuan tersebut.
Penulis kolom reguler untuk The New York Times dan penulis buku ‘Under Pressure: Confronting the Epidemic of Stress and Anxiety in Girls’ itu menjelaskan, stres biasanya terjadi ketika orang beroperasi di batas kemampuan mereka; ketika mendorong diri sendiri atau dipaksa oleh keadaan untuk melampaui batas yang mereka kenali.
Namun, penting juga untuk dipahami bahwa stres dapat timbul dari peristiwa buruk sekaligus peristiwa baik. Misalnya, orang yang dipecat dari pekerjaan bisa saja mengalami perasaan sangat menegangkan. Tapi, ibu yang senang saat membawa bayi pulang untuk pertama kalinya, juga bisa kena stress.
“Sangat penting bagi para psikolog untuk berbagi pengetahuan tentang stres pada khalayak luas, Bahwa stres itu wajar saat muncul dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa bekerja di batas kemampuan juga sering menghasilkan kondisi stress. Bahwa, tingkat stres yang moderat dapat memiliki fungsi inokulasi, yang mengarah pada ketahanan lebih tinggi daripada rata-rata ketika kita dihadapkan dengan kesulitan baru,” kata Damour.
Kecemasan, menurut Damour, juga sering mendapatkan stigma buruk yang sebenarnya tidak perlu.
“Seperti yang diketahui oleh psikolog, kecemasan itu adalah sistem alarm internal, yang kemungkinan diturunkan lewat evolusi, yang mengingatkan kita akan adanya ancaman dari luar (misalnya; pengemudi yang membelok di jalur terdekat) dan ancaman internal (misalnya; ketika kita menunda-nunda terlalu lama padahal saatnya memulai pekerjaan),” kata Damour.
Dengan meyakini kecemasan sebagai hal yang kadang membantu dan kadang melindungi, maka kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Misalnya, Damour mengatakan dia sering menasihati para remaja untuk memberi perhatian jika mulai merasa cemas di suatu kondisi karena saraf mereka mungkin membuat mereka waspada terhadap suatu masalah.
“Demikian pula, ketika ada klien yang mengadu bahwa dia khawatir tentang tes yang ia belum pelajari. Maka, saya dengan cepat meyakinkan dia bahwa dia memiliki reaksi yang tepat dan bahwa dia akan merasa lebih baik segera jika telah membuka buku” kata Damor.
Meski demikian, itu tidak berarti bahwa stres dan kecemasan tidak berbahaya. Kata Damour, stres dapat menjadi tidak sehat jika sudah kronis (bisa membuat tidak ada kemungkinan pemulihan) atau jika traumatis (secara psikologis dianggap bencana).
“Dengan kata lain, stres menyebabkan bahaya ketika sudah melampaui level yang bisa diserap atau digunakan seseorang secara wajar untuk membangun kekuatan psikologis,” katanya. “Kecemasan juga menjadi tidak sehat ketika alarmnya sudah tidak masuk akal. Kadang, orang merasa cemas terus-menerus tanpa alasan sama sekali. Di lain waktu, alarm muncul tidak sebanding dengan ancamannya. Misalnya, ketika seorang siswa mengalami kepanikan hanya karena ada pertanyaan kecil dari gurunya.”
Stres dan kecemasan yang tidak ditangani dengan baik tidak hanya menyebabkan kesengsaraan terus-menerus tetapi juga berkontribusi pada sejumlah gejala psikologis dan medis tambahan. Antara lain depresi atau peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
“Siapa pun yang dilanda stres harus mengambil tindakan untuk mengurangi stresnya dan/atau meminta bantuan dari profesional untuk mempelajari strategi manajemen stres. Untuk manajemen kecemasan, beberapa orang bisa menemukan kelegaan setelah menuliskannya di buku kerja yang membantu mereka mengevaluasi dan menantang pemikiran irrasional mereka sendiri. Jika pendekatan itu tidak berhasil, lebih baik minta bantuan profesional,” kata Damour.
Damour mendesak para psikolog untuk mengambil peran aktif dalam memberikan pesan balasan kepada apa yang disebutnya ‘industri kebahagiaan’ atau ‘perusahaan kesehatan’ yang menjual ide bahwa kita harus merasa tenang dan relaks pada sebagian besar waktu.
“Psikolog harusnya mengambil pendekatan yang lebih terukur untuk memikirkan pengalaman manusia. Psikolog memang ingin mendukung kesejahteraan seseorang, tetapi jangan mengatur kebahagiaan mereka hampir sepanjang waktu. Itu berbahaya karena Bahagia sepanjang waktu itu tidak perlu dan tidak bisa diraih. Jika Anda berada di bawah kesan harus selalu bahagia, maka pengalaman Anda sehari-hari pada akhirnya bisa berubah menjadi sangat menyedihkan.” (Lin)